Haji Wada': Ibadah Haji Terakhir

Pada tahun 10 H, Nabi SAW mengerjakan ibadah haji yang terakhir, yang disebut juga dengan haji wada'.  Pada tanggal 25 Zulkaidah 10/23 Februari 632 Rasulullah SAW meninggalkan Madinah. Sekitar seratus ribu jemaah turut menunaikan ibadah haji bersamanya.

Pada waktu wukuf di Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain:

·         larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq (benar) dan mengambil harta orang lain dengan bathil (salah), karena nyawa dan harta benda adalah suci.
·         larangan riba dan larangan menganiaya
·         perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik serta lemah lembut
·         perintah menjauhi dosa
·         semua pertengkaran di antara mereka di zaman Jahiliah harus dimaafkan
·         pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan
·         persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan
·         hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, yaitu mereka memakan apa yang dimakan majikannya dan memakai apa yang dipakai majikannya
·         dan yang terpenting, bahwa umat Islam harus selalu berpegang teguh pada dua sumber yang tak akan pernah usang, yaitu Al-Qur'an dan Sunah Nabi SAW.

Setelah itu Nabi SAW bertanya kepada seluruh jemaah, "Sudahkan aku menyampaikan amanat Allah, kewajibanku, kepada kamu sekalian?"  Jemaah yang ada di hadapannya segera menjawab, "Ya, memang demikian adanya."  Nabi Muhammad SAW kemudian menengadah ke langit sambil mengucapkan, "Ya Allah, Engkaulah menjadi saksiku."  Dengan kata-kata seperti itu Rasulullah SAW mengakhiri khotbahnya.

Sumber: http://www.islam.gov.my

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*

Kisah Nabi Ayyub AS


Nabi Ayyub AS adalah putra dari Aish bin Ishaq AS bin Ibrahim AS. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Nabi Yaqub AS, Aish adalah saudara kembar Nabi Yaqub AS, jadi Nabi Ayyub masih kemenakan Nabi Yaqub AS dan sepupu Nabi Yusuf AS.


Nabi Ayyub AS adalah salah seorang nabi yang terkenal kaya raya, hartanya melimpah, ternaknya tak terbilang jumlahnya. Namun demikian ia tetap tekun beribadah, gemar berbuat kebajikan, suka menolong orang yang menderita, terlebih dari golongan fakir miskin.

Keraguan iblis terhadap ketaatan Nabi Ayyub AS

 

Para malaikat di langit terkagum-kagum dan membicarakan tentang ketaatan Ayyub dan keikhlasannya dalam beribadah kepada Allah. Iblis yang mendengar pembicaraan para malaikat ini merasa iri dan ingin menjerumuskan Ayyub agar menjadi orang yang tidak sabar dan celaka.

Mula-mula iblis mencoba sendiri menggoda Nabi Ayyub agar tersesat dan tidak bersyukur kepada Allah, namun usahanya ini gagal, Nabi Ayyub tetap tak tergoyahkan. Lalu iblis menghadap Allah, meminta agak ia diizinkan untuk menguji keikhlasan Nabi Ayyub. Ia berkata, "Wahai Tuhan, sesungguhnya Ayyub senantiasa patuh dan berbakti kepada-Mu, senantiasa memuji-Mu, tak lain hanyalah karena takut kehilangan kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadanya, karena ia ingin kekayaannya tetap terpelihara. Semua ibadahnya bukan karena ikhlas, cinta, dan taat kepada-Mu. Andaikata ia terkena musibah dan kehilangan harta benda, serta anak-anak dan istrinya, belum tentu ia akan tetap taat dan ikhlas menyembah-Mu."

Allah berfirman kepada iblis, "Sesungguhnya Ayyub adalah hamba-Ku yang sangat taat kepada-Ku. Ia sesorang mu'min sejati. Apa yang ia lakukan untuk mendekatkan diri kepada-Ku adalah semata-mata didorong iman yang teguh kepada-Ku. Iman dan taqwanya takkan tergoyahkan hanya oleh perubahan keadaan duniawi. Cintanya kepada-Ku takkan berkurang walaupun ditimpa musibah apa pun yang melanda dirinya, karena ia yakin bahwa apa yang ia miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat Aku cabut daripadanya, atau Ku-jadikan berlipat ganda. Ia bersih dari segala tuduhan dan prasangkamu. Engkau tidak rela melihat hamba-hamba-Ku, anak cucu Adam, berada di atas jalan yang lurus. Untuk menguji keteguhan hati Ayyub dan keimanannya pada takdir-Ku, Ku-izinkan kau menggoda dan mencoba memalingkannya dari-Ku. Kerahkan seluruh pembantu-pembantumu untuk menggoda Ayyub melalui harta dan keluarganya. Cerai beraikan keluarganya yang rukun damai sejahtera itu. Lihatlah, sampai dimana kemampuanmu untuk menyesatkan Ayyub hamba-Ku."

Ujian dan cobaan Allah terhadap Nabi Ayyub AS

 

Demikianlah, iblis dan para pembantunya mulai menyerbu keimanan Ayyub. Mula-mula mereka membinasakan hewan ternak pemeliharaan Ayyub, disusul lumbung-lumbung gandum dan lahan pertaniannya yang terbakar dan musnah. Iblis mengira Ayyub akan berkeluh kesah setelah kehilangan ternak dan pertaniannya, namun ternyata Ayyub tetap berhusnuzhon (berbaik sangka) kepada Allah. Segalanya ia pasrahkan kepada Allah. Harta adalah titipan Allah yang sewaktu-waktu dapat saja diambil kembali.

Berikutnya iblis mendatangi putra-putra Nabi Ayyub AS yang sedang berada di sebuah gedung yang besar dan megah. Mereka menggoyang-goyangkan tiang-tiang gedung sehingga gedung itu roboh dan anak-anak Ayyub yang berada di dalamnya mati semuanya.Iblis mengira usahanya kali ini akan berhasil menggoyahkan iman Nabi Ayyub yang sangat menyayangi putra-putranya itu, namun sekali lagi mereka harus kecewa. Nabi Ayyub tetap berserah diri kepada Allah. Ia memang bersedih hati dan menangis, tapi jiwa dan hatinya tetap kokoh dalam keyakinan bahwa jika Allah yang Maha Pemberi menghendaki sesuatu, tak ada seorang pun yang mampu menghalangi-Nya.

Iblis yang masih belum puas, lalu menaruh baksil di sekujur tubuh Ayyub sehingga beliau menderita penyakit kulit yang sangat menjijikkan, hingga ia dijauhi sanak famili dan tetangganya. Istri-istrinya banyak yang lari meninggalkannya, hanya seorang saja yang tetap setia mendampinginya, yaitu Rahmah. Lebih parah lagi, para tetangga Nabi Ayyub AS yang tidak mau ketularan penyakit yang diderita Nabi Ayyub, mengusirnya dari kampung mereka. Maka pergilah Nabi Ayyub dan istrinya Rahmah ke sebuah tempat yang sepi dari manusia.

Waktu 7 tahun dalam penderitaan terus-menerus memang merupakan ujian terberat bagi Ayyub dan Rahmah, namun Nabi Ayyub tetap bersabar dan berzikir menyebut Asma Allah. Diriwayatkan bahwa istrinya berkata, "Hai Ayyub, seandainya engkau berdoa kepada Tuhanmu, niscaya dia akan membebaskanmu."Namun Nabi Ayyub AS malah menjawab, "Aku telah hidup selama 70 tahun dalam keadaan sehat, dan Allah baru mengujiku dalam keadaan sakit selama 7 tahun. Ketahuilah, itu amat sedikit dibandingkan masa 70 tahun."

Begitulah, Nabi Ayyub menerima ujian dari Allah SWT dengan sabar dan ikhlas. Ia telah hidup dalam kenikmatan selama puluhan tahun, maka ia merasa malu untuk berkeluh kesah kepada Allah SWT atas kesengsaraan yang hanya beberapa tahun. Sakit Nabi Ayyub membuat tidak ada lagi anggota badannya yang utuh kecuali jantung/hati dan lidahnya. Dengan hati dan lidahnya ini, Nabi Ayyub AS tak pernah berhenti berzikir kepada Allah, baik di waktu pagi, siang, sore dan malam hari.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Rahmah terpaksa bekerja pada suatu pabrik roti. Pagi ia berangkat, sorenya ia kembali ke rumah pengasingan. Namun lama-kelamaan majikannya mengetahui bahwa Rahmah adalah istri Nabi Ayyub yang memiliki penyakit berbahaya. Mereka khawatir Rahmah akan membawa baksil yang dapat menular melalui roti, oleh sebab itu mereka kemudian memecatnya.

Rahmah yang setia ini masih memikirkan suaminya. Ia meminta agar majikannya berkenan memberinya hutang roti, tetapi permintaannya ini ditolak. Majikannya hanya mau memberinya roti jika ia memotong gelung rambutnya yang panjang, padahal gelung rambut itu sangat disukai suaminya. Namun demi untuk mendapatkan roti, Rahmah akhirnya setuju dengan usul majikannya itu.

Ternyata, perbuatannya itu membuat Ayyub menduga bahwa ia telah menyeleweng. Akhirnya pada suatu hari, mungkin karena sudah tidak tahan dengan penderitaan yang terus-menerus dihadapi, Rahmah pamit untuk meninggalkan suaminya. Ia beralasan ingin bekerja agar dapat menghidupi suaminya. Nabi Ayyub melarangnya, tapi Rahmah tetap bersikeras sembari berkeluh kesah. Sesungguhnya tindakan Rahmah ini pun tak lepas dari peranan iblis yang menghasutnya untuk meninggalkan suaminya Ayyub.

Mendengar keluh kesah istrinya, berkatalah Ayyub, "Kiranya kau telah terkena bujuk rayu iblis, sehingga berkeluh kesah atas takdir Allah. Awas, kelak jika aku telah sembuh kau akan kupukul seratus kali. Mulai saat ini tinggalkan aku seorang diri, aku tak membutuhkan pertolonganmu sampai Allah menentukan takdir-Nya."

Dengan demikian tinggallah kini Nabi Ayyub seorang diri setelah ia mengusir Rahmah istrinya. Di tengah kesendiriannya, Nabi Ayyub AS bermunajat kepada Allah SWT dengan sepenuh hati memohon rahmat dan kasih-Nya. Allah SWT menerima doa Nabi Ayyub AS yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian dan cobaan. Berfirmanlah Ia kepada Nabi Ayyub, "Hantamkanlah kakimu ke tanah. Dari situ akan memancar air yang dengannya kau akan sembuh dari penyakitmu. Kesehatanmu akan pulih jika kau mempergunakannya untuk minum dan mandi."

Setelah meminum dan mandi dengan air itu, Ayyub pun sembuh seperti sedia kala. Sementara itu Rahmah istrinya yang telah pergi meninggalkannya, rupanya lama-kelamaan merasa kasihan dan tak tega membiarkan suaminya seorang diri. Ia datang untuk menjenguk, namun ia tak mengenali lagi suaminya, karena kini Nabi Ayyub tampak lebih sehat, lebih segar, dan lebih tampan. Nabi Ayyub sangat gembira melihat istrinya kembali, namun ia teringat sumpahnya yaitu ingin memukul istrinya seratus kali. Ia harus melaksanakan sumpah itu, tapi ia bimbang karena bagaimanapun istrinya telah turut menderita sewaktu bersamanya 7 tahun ini. Tegakah ia memukulnya seratus kali?

Allah mengetahui kebimbangan yang dirasakan Nabi Ayyub AS. Maka datanglah wahyu Allah kepada Nabi Ayyub, "Hai Ayyub, ambillah lidi seratus batang dan pukullah istrimu sekali saja. Dengan demikian tertebuslah sumpahmu."Nabi Ayyub merasa lega dengan jalan keluar yang diwahyukan Allah itu. Dengan lidi seratus, dipukulnya istrinya dengan satu kali pukulan yang sangat pelan, maka sumpahnya telah terlaksana.

Berkat kesabaran dan keteguhan imannya, Nabi Ayyub AS dikaruniai lagi harta benda yang melimpah ruah. Dari Rahmah, ia kemudian memperoleh anak bernama Basyar yang kemudian hari menjadi seorang nabi yang dikenal dengan nama Zulkifli.

Kisah Nabi Ayyub AS ini merupakan teladan bagi hamba-hamba-Nya dalam hal kesabaran dan keteguhan iman. Riwayat Nabi Ayyub AS terdapat dalam surat Al-Anbiyâ: 83-84 dan surat Sâd: 41-44.

Sumber: http://www.islam.gov.my

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*

Percaya Kepada Allah Siri 1

Tauhid berdasarkan kepada “la ilaha illa’ Llah, Muhammadur-Rasulullah”: “Tidak ada tuhan yang wajib disembah dengan sebenarnya melainkan Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah”. Atau “asyhadu an la ilaha illa’Llah, wa asyhadu anna Muhammadar-Rasulullah”:
“Aku menyaksikan bahawa tiada tuhan yang wajib disembah dengan sebenarnya melainkan Allah dan aku menyaksikan bahawa Muhammad adalah Rasulullah”. Ianya diwajibkan dalam ayat, antaranya, yang bermaksud: "Ketahuilah bahawa tiada tuhan melainkan Allah …".
(Surah Muhammad: Ayat 19).
Penyaksian itu adalah hasil daripada keyakinan iman tanpa syak dan ragu tentang hakikat keTuhanan yang Maha Esa, yang merupakan paksi bagi segalanya. Keyakinan ini datang daripada ilmu dan juga kesedaran batin orang yang berkenaan yang disebutkan sebagai ilmul-yakin, atau ‘ainul-yaqin atau haqqul-yaqin. Ilmul-yaqin datang daripada tahap keyakinan yang timbul daripada ilmu berkenaan dengan kebenaran tauhid hasil daripada pengetahuannya, dengan berdasarkan bokti-bokti, samaada yang berifat nakli atau akli atau intelektuil. ‘Ainul-yaqin timbul daripada tahap tertentu dalam kesedaran batin berkenaan dengan hakikat tauhid. Haqqul-yaqin merujuk kepada pengenalan hakikat tauhid berdasarkan kepada “penyaksian batin” - musyahadah - tentang kebenaran itu yang tidak meninggalkan apa-apa keraguan lagi.
Keimanan tentang ketauhidan ini berkembang menjadi keimanan terhadap “rukun-rukun iman” yang lain- keimanan tentang para malaikat dengan tugas-tugasnya, para rasul a.s.s. dengan tugas-tugas mereka, kitab samawi dengan ajaran-ajarannya, terakhir ialah al-Qur’anul-Karim, tentang akhirat dan akhirnya qadha’ dan qadar.Semuanya dihuraikan oleh para ulama Ahlis-Sunnah dalam teks-teks usulud-din mereka, Allah memberi rahmat kepada mereka.
Keimanan terhadap Allah dan mentauhidkannya dengan huraian-huraian tentang sifat-sifatNya yang tidak terkira, dan kemudian dibicarakan sebagai kunci kepada pengenalanNya dua puluh sifat atau tiga belas, itu berdasarkan dalil-dalil akal atau dalil nakal, yang kita tidak bicarakan secara terperinci di sini. Bagaimanapun memadailah kalau kita sebutkan sifat-sifat itu - untuk memperbaharukan ingatan kita tentangnya - sebagai wujud, qidam atau sediakala, baqa’ atau kekal, menyalahi sekelian makhluk, berdiri sendiri, esa, hayat atau hidup, ilmu, qudrat atau kuasa, kehendak, mendengar, melihat, dan berkata-kata yang semuanya dirumuskan ulama berdasarkan Qur’an dan Sunnah, bukan sebagaimana dituduh oleh setengah pihak,daripada falsafah Yunani Purba; kemudian ditambah dengan perbincangan tentang sifat-sifat hal keadaanNya hidup, berilmu, berkuasa, berkehendak, mendengar, melihat dan berkata-kata.
Perbincangan tentang mentauhidkan Allah juga dilakukan dengan membicarakan nama-namaNya yang sembilan puluh sembilan itu dengan menyebut nama-namaNya: Allah, ar-Rahman, ar-Rahim, al-Malik, al-Quddus, as-Salam, al-Mu’min, al-Muhaimin, al-‘Aziz, al-Jabbar, al-Mutakabbir, dan seterusnya dengan huraian-huraian maknanya sebagaimana yang ada misalnya dalam “Tafsir al-Jamal” dalam huraiannya berkenaan dengan maksud ayat yang bererti: "Dan bagi Allah Sifat-Sifat Yang Paling Indah, maka kamu serulah Ia dengan menyebutnya …".
Mentauhidkan Allah dan beriman kepada rukun-rukun iman yang lainnya sebagai natijah daripada beriman kepada ketauhidan Allah itu menimbulkan kesan dalam kehidupan manusia yang disebut dalam setengah hadith sebagai “cawangan-cawangan iman” (‘shu’ab al-iman’).Sebagai contoh dalam “Fathul-Bari” dihuraikan hadith:
الايمان بضع وستون شعبة والحياء شعبة من الايمان
Yang bermaksud: “Iman ada enam puluh lebih cawangannya, dan malu bertempat adalah satu cawangan daripada keimanan”.
Dalam hadith sahih riwayat Bukhari yang lain dinyatakan keimanan itu lebih daripada tujuh puluh cawangan, dan yang tertingginya ialah mengucap “tiada tuhan melainkan Allah”, yang paling rendah sekali ialah membuang duri atau sesuatu yang menyakitkan dari jalan.
Dalam “Fahul-Bari” dalam memberi huraian berkenaan dengan “cawangan-cawangan” iman hasil daripada tauhid dan keyakikan iman, pengarangnya membahagikan kesan-kesan itu kepada beberapa bahagian seperti “amalan-amalan hati”. Dinyatakannya bahawa amalan-amalan hati terdiri daripada: keimanan terhadap Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, QadarNya, Hari Akhirat. Alam Kubur, Bangkit sesudah mati, Berhimpun di Akhirat, Hitungan amal, Neraca Timbangan Amal, Titian Sirat, Syurga, Neraka; kasih dan benci kerana Allah, kasihkan rasul, iktikad tentang keagungan Rasul dan kemuliannya, berselawat terhadapnya, mengikut sunnahnya, mengamallkan sifat ikhlas dalam amalan, tidak bersikap riya dalam amalan, meninggalkan kemunafikan, bertaubat, takut kepada Allah, berharap kepadaNya, bersyukur kepadaNya, menunaikan janji dan amanah semuanya, sabar, redha dengan ketetapan dan hukumNya, bertawakkal kepadaNya, bersikap dengan sifat kasih sayang (rahmah), tawadhu’, memuliakan orang tua, kasihkan orang muda,tidak takabur, tidak ‘ujub, tidak hasad dengki, tidak berdendam, tidak marah bukan pada tempatnya.
“Amalan lidah” terdiri daripada: berlafaz dengan kalimah tauhid, membaca Qur’an, mempelajari ilmu, mengajarkan ilmu, berdo’a, berzikir mengingat dan menyebut nama-nama Allah, beristighfar,dan menjauhi perbuatan dan percakapan yang sia-sia (ijtinab al-laghw).
“Amalan badan” disebutkan:berada dalam keadaan suci bersih dari segi lahir dan pada hukumnya, menjauhi najis-najis, menutup aurat, melakukan sembahyang yang wajib dan sunat, juga menunaikan zakat, membebaskan hamba abdi (boleh dikiaskan dengan keadaan moden dengan “hamba-hamba abdi ekonomi” dan sebagainya), mengamalkan sifat pemurah (al-jud), memberi makan kepada mereka yang memerlukannya, memuliakan para dhif, melakukan puasa yang wajib dan sunatnya, demikian pula menunaikan haji, dan umrahnya, melakukan tawaf, dan beriktikaf, berusaha untuk menghayati malam lailatul-qadar, berpindah untuk menyelamatkan agama bila itu dituntut oleh agama, berhijrah dari negeri syirik (dengan syarat-syaratnya), menunaikan nazar, bersungguh-sunguh menjaga iman dengan teguhnya, menunaikan kaffarah, mengawal diri daripada kejahatan dengan berkahwin, melaksanakan hak-hak keluarga, mentaati para ketua dan bersikap lemah lembut kepada para hamba (termasuk orang-orang bawahan).
Berkenaan dengan kehidupan dan pergaulan dengan orang ramai: mengikut jama’ah Muslimin, mentaati waliyul-amri, mendamaikan mereka yang berkelahi, berperang melawan mereka yang memberontak dan golongan Khawarij (yang menentang waliyul-amri), bertolong-bantu dalam melakukan kebaikan, menyuruh perkara-perkara yang baik dan melarang perkara-perkara yang mungkar, mengamalkan aturan-aturan jenayah berat mengikut Islam, melakukan jihad, termasuk ke dalamnya menjaga sempadan untuk menyelamatkannya daripada para seteru, menunaikan amanah-amanah, termasuk menunaikan “khumus” (dari rampasan perang), memberi orang berhutang, dan membayar hutang, memuliakan tamu, bergaul dengan akhlak yang baik (‘husn al-mu’amalah’), termasuk ke dalamnya menghimpunkan harta dari punca-punca yang halal, membelanjakan harta pada tempatnya yang hak, tidak bersikap membazir, dan tidak melampau-lampau dalam perbelanjaan (termasuk kalau sekarang “conspicuous consumerism”: berbelanja kerana menunjuk-nunjuk bukan kerana keperluan yang menasabah), menjawab orang memberi salam, mendoakan orang yang bersin, menahan diri daripada menyakiti orang lain, menjauhkan diri daripada kesia-siaan, membuang duri (atau apa-apa yang memudaratkan) dari jalan.
Beliau menyatakan mungkin cawangannya itu tujuh puluh sembilan sifat dengan mengambil kira menceraikan setengah daripada apa yang digandingkan dan tidak diasingkan.
Amalan-amalan, sifat-sifat serta sikap yang timbul itu semuanya daripada ketauhidan kepada Allah yang ada dalam diri manusia. Kesannya jelas kelihatan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat serta negara dan umat bila ketauhidan itu mantap.

KESAN TAUHID DALAM FAHAMAN ORANG YANG BERIMAN


Kalau dilihat dari segi yang berbeza, boleh disebutkan bahawa implikasi tauhid ke atas manusia dan kehidupannya boleh dilihat dari beberapa segi, antaranya ialah:
Dari segi fahamannya tauhid memaksudkan bahawa yang diyakini sebagai kebenaran tanpa tara ialah Keesaan Allah; tidak ada syak dan ragu lagi padanya. Buktinya samaada yang bersifat akli atau nakli menjadi dalil tentang kebenarannya; dalil dari pengalaman dan kesedaran batin itu merupakan bukti yang paling kuat untuk diri seseorang berpegang kepada kebenarannya. Itulah maksud tertinggi dari ayat yang bererti:
"Ini adalah jalanku; aku menyeru manusia kepada Allah berdasarkan kepada 'basirah' (dalil yang nyata) ataupun pemandangan matahati, aku dan mereka yang mengikutku".
(Surah Yusuf: Ayat 108).
Ini memberi paksi kepada manusia, peribadi, dan hidup serta tamadunnya. Ini boleh dimisalkan sebagai adanya tempat duduki yang tetap dan teguh, tidak kucar kacir, bukan tidak stabil.
Sebagai contoh kita boleh sebutkan bagaimana kita ini tetap atas kerusi, kerusi tetap demikian kerana ada lantai bangunan, bangunan itu tetap atas asasnya, asas bangunan itu tetap kerana ada bumi yang tetap, bumi tetap kerana ianya berada dalam sistem solar yang dengan gravitinya dan lain-lainnya menyebabkan ia tetap.Demikianlah manusia merasa tetap teguh dengan keyakinannya kepada tauhid; dengannya ia merasa tetap ada tempat berpijak bagi jiwa, hati dan akalnya.
Tauhid pada fahaman juga memaksudkan bahawa yang disembah dengan sebenarnya hanyalah Allah Yang Esa sahaja, tidak ada yang lain lagi. Penyembahan dalam erti pengabdian - ‘ubudiyyah - hanyalah untuk Allah sebagaimana yangg dinyatakan dalam al-Fatihah, “Engkaulah sahaja Yang kami sembah, dan kepada Engkalah sahaja kami meminta pertolongan”. Hakikat ini ternyata dalam ayat yang bermaksud: "Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadat kepadaKu".
Fahaman tauhid yang mendalam menyebabkan tidak ada lagi kuasa-kuasa lain yang dinisbahkan Kuasa Tuhan padanya; hilang takhyul, fahaman syirik, dan sihir, hilang amalan bernujum yang disalahkan Syara’, dan hilang pemujaan yang dilarang Syara’ terhadap jin-jin dan lain-lainnya. Termasuk hilang pemujaan kepada perkara-perkara maknawi seperti akal, kecerdasan manusia, atau mana-mana aspek kepandaian atau ilmu manusia.Semuanya natijah daripada keyakinan terhadap KeEsaan Allah.
Tauhid pada fahaman ini memberi kepada insan matlamat hidup yang terakhir yang memberi makna kepada segala kegiatan. Manusia yang beriman kepada tauhid bertugas dan berusaha dalam konteks mencari keredhaan Allah di dunia ini, yang membawa kepada kebahagiaan yang kekal abadi. Ini jelas dalam pembacaan doa si mukmin selepas daripada takbir sembahyang, iaitu do’a yang bermaksud: "Sesungguhnya sembahyangku, pengorbananku, hidupku (termasuk perjuanganku, profesiku, perlaksanaan tugasku) adalah bagi Allah Tuhan Yang mentadbir sekelian alam". Dengan ini tidak ada kekosongan atau kehilangan makna - “loss of meaning” - dalam hidupnya. Semuanya mendapat makna dalam konteks mencari keredhaan Tuhan. Dalam konteks seperti inilah Nabi s.a.w. menyatakan keheranannya tentang hidup si mukmin sampaikan bila kakinya terkena duripun ada mempunyai makna. Penyakit “kehilangan makna” tidak akan berlaku atas si mukmin yang berkesan keimanannya dalam membentuk jiwa dan kablbunya.
Keimanan tentang tauhid menjadikan si mukmin tidak putus asa dalam hidupnya walau bagaimamanapun teruknya cabaran yang dihadapi dan walau bagaimana negatifnya suasana yang dihadapi, sehinggakan kalau dilihat dari segi perkiraan duniawi tidak ada apa-apa yang boleh dilakukan sekalipun, ia tidak berputus asa. Inilah antaranya yang dimaksudkan oleh ayat Qur’an yang bermaksud
“Jangan kamu berputus asa daripada pertolongan Allah, sesungguhnya tidak berputus asa daripada rahmat (atau pertolongan) Allah melainkan orang-orang kafir”
(Surah Yusuf: Ayat 87).
Di sinilah tauhid memberi asas kepada aksiologi si mukmin, sehingga sistem nilainya lengkap dan tinggi.


Sumber: http://www.islam.gov.my

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*

Melimpah Ruahnya Ganjaran Allah

Allah s.w.t berfirman dalam Surah Al-Baqarah  ayat 261:

"Bandingan (derma atau nafkah) orang-orang yang membelanjakan hartanya pada jalan Allah, ialah seumpama sebiji benih yang menumbuhkan tujuh batang tangkai, setiap tangkai itu mengandungi 100 biji. Allah melipatkan pahala bagi siapa yang dikehendakiNya dan Allah Maha Luas( kurnianya) lagi Maha Mengetahui"


Berdasarkan kepada ayat di atas, satu amal kebajikan yang dilakukan oleh seorang hamba dengan syarat bahawa amalan itu sah dari sudut syara', mengikut syarat dan rukunnya, serta ikhlas kerana Allah s.w.t akan diberikan ganjaran  paling minima dengan 10 kali ganda sehingga 700 kali ganda, malahan  lebih daripada itu dengan izin Allah.  Sebagai contohnya mereka yang melakukan ibadat di Masjidil Haram Makkah akan diganjar dengan 100,000 ganjaran. Manakala orang yang dapat beramal di malam qadar pada bulan Ramadhan diberi oleh Allah dengan pahala yang lebih baik dari seribu bulan. Begitu juga orang yang membaca al-Quran, akan diganjar dengan 10 kebajikan pada setiap huruf yang yang dibunyikan.

Rasulullah s.a.w telah bersabda:

"Sesiapa yang membaca satu huruf daripada Kitab Allah (Al-Quran), maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu akan digandakan menjadi sepuloh yang seumpamanya. Tidaklah aku mengatakan menagtakan Alif Lam mim itu satu huruf , tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf"(Riwayat At-Tarmizi)

Selain dari itu niat ketika beribadat adalah satu syarat kepada penerimaan amal ibadat mengikut Mazhab Imam As-Syafie. Niat adalah pembeza  antara adat dan ibadat. Nabi s.a.w telah bersabda:

" Hanya sesungguhnya amalan itu dengan niat dan bagi setiap orang apa yang dia niat "(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Kadangkala niat yang baik sahaja pun sudah ada ganjaran apatah lagi jika disusuli dengan amalan. Rasulullah s.a.w bersabda:

"Niat seorang mukmin lebih baik dari amalannya"

Memberi tunjuk ajar kepada orang lain atau menunjukkan jalan yang baik supaya dia dapat melakukannya juga mendapat ganjaran sebagaimana orang yang melakukannya. Nabi bersabda:

"Orang yang menunjukkan seseorang kepada kebaikan adalah seperti mengerjakannya"

Iktikaf di dalam masjid misalnya tidak semestinya melakukan sesuatu amalan baru mendapat ganjaran. Apabila seseorang itu masuk ke masjid dan berniat iktikaf lalu dia duduk berdiam diri pun sudah berhasil mendapat pahala kerana  dikira sebagai beriktikaf.

Dari Ibnu Abbas r.a : Sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah bersabda mengenai riwayat yang baginda terima dari Allah Azza wajalla: Sesungguhnya Allah S.W T telah menetapkan beberapa kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal itu. Maka barangsiapa berniat untuk melakukan satu kebaikan, namun dia belum/tidak dapat melaksanakannya, maka Allah telah menuliskan satu kebaikan penuh disisinya.Tetapi barangsiapa berniat melakukan satu amal kebaikan lalu ia melaksanakannya maka Allah akan menuliskan 10 kali ganjaran kebaikan hingga sampai 700 kali kebaikan, bahkan berlipat ganda yang banyak sekali di sisinya. Dan barangsiapa berniat melakukan satu kejahatan, namun dia belum/tidak dapat melakukannya maka Allah akan menuliskan baginya satu kebaikan yang penuh kepadanya. Tetapi jika dia berniat melakukan satu amal kejahatan lalu dia melakukannya, maka Allah mencatatnya satu keburukan satu keburukan padanya"(Buhkari dan Muslim)

Setiap manusia ada malaikat yang mencatat amal kebaikan dan kejahatan. Apabila manusia itu mati, malaikat yang mencatat amalan manusia akan diperintah oleh Allah s.w.t supaya berdiri diatas kubur si mati untuk bertasbih, bertahmid dan bertakbir dan menuliskan pahalanya kepada simati.

Sabda Rasulullah s.a.w:

"Dari Anas r.a dari Nabi s.a.w sabdanya: Sesungguhnya Allah telah menugaskan dua malaikat ( kiri dan kanan) untuk menulis segala apa yang dilakukan oleh hambanya. Kemudian apabila orang itu mati, maka Allah perintahkan kepada kedua malaikat itu dengan firmannya: " Hendaklah kamu berdua tinggal tetap di kubur hambaku, maka hendaklah kamu bertasbih, bertahmid dan bertakbir kepadaku sehingga hari Kiamat dan tuliskan apa yang diucapkan itu sebagai pahala untuk hambaku"(Riwayat At-Tabrani)

Pada satu athar ada disebutkan bahawa kedua malaikat itu melaknat simati sehingga hari Kiamat jika mayat itu kafir.

Begitu juga jika seseorang yang sentiasa beramal kebaikan lalu ia sakit dan tidak dapat melakukan amalan sebagaimana biasa maka Allah akan memberikan pahala walau ia tidak melakukannya. Ini dijelaskan oleh nabi dalam hadisnya:

Dari Anas r.a, bahawa Nabi s.a.w telah bersabda: " Apabila seseorang mukmin diuji oleh Allah dengan satu bencana pada tubuhnya, maka Allah berfirman kepada malaikat penulis amalannya: "Tulislah juga untuknya amalan-amalan solih yang biasa ia lakukan, kemudian jika Allah sembuhkannya dari penyakit itu maka bersihkan dan sucikan dari dosanya. Jika sekiranya dia mati maka allah akan ampunkan dosanya dan memberi rahmat kepadanya"(Ibnu Abi syaibah, Imam Ahmad dan Baihaki).
Sumber: http://www.jais.gov.my

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*

Doa Pembuka Hati


Ertinya: Ya Allah! Lapangkanlah hatiku dan mudahkanlah urusanku, lancarkanlah lisanku agar mereka mengerti perkataanku.


Sumber: http://www.muftiselangor.gov.my

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*

Hukum Seseorang Mengubah Kejadian Semula Jadi Diri

Hukum seseorang mengubah kejadian semula jadi diri seperti mewarnakan,mengkerintingkan rambut dan sebagainya.

Mewarnakan rambut yang sudah putih(uban) dengan warna yang hitam atau sebaliknya hukumnya adalah haram ke atas lelaki,perempuan  dan khunsa. Manakala harus bagi lelaki dan permpuan mewarnakan rambutnya yang putih(uban) dengan inai.Mengkeritingkan rambut hukumnya bid'ah mubaahah .
Status Penwartaan: 
 Tidak Diwartakan
Nombor Rujukan: 
 Bil. 4/Thn. 1989


Kongsikan artikel ini :)
Source:
http://www.e-fatwa.gov.my

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*

Haji Siri 1

Ia adalah rukun kelima dari rukun-rukun asas Islam dan ia mempunyai keistimewaan dengan menghimpunkan kesemua rukun-rukun yang lain.

PENGERTIAN HAJI DARI SUDUT BAHASA


Menuju kepada Allah Yang Maha Agung.

PENGERTIAN HAJI DARI SUDUT ISTILAH SYARAK


Menziarahi tempat-tempat tertentu pada masa-masa tertentu dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*

Mengucap Dua Kalimah Syahadah


Syahādah (الشهادة), atau ucapan kepercayaan, adalah pernyataan kepercayaan dalam keesaan Tuhan (Allah) dan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai rasulnya. Mengucap dua kalimah syahadah merupakan salah satu daripada lima Rukun Islam. Apabila dinyatakan dengan kuat secara ikhlas, seseorang itu secara rasmi dianggap mengisytiharkan diri sebagai penganut baru Islam.
  1. Teks bahasa Arab:
  2.  لا إله إلا الله محمد رسول الله
  3. Transliterasi:
  4. Lā ilāha illaLlāhu Mu'ammadun rasūluLlāh.
Bermaksud :"Aku naik saksi bahawa tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad itu adalah pesuruh-Nya”
Pengucapan syahādah secara jujur, dalam Bahasa Arab, di hadapan dua orang saksi Muslim, adalah cukup untuk seorang menjadi seorang Islam menurut kebanyakan sekolah-sekolah tradisional.
Biasanya frasa أشهد أن 'ašhadu 'an = "Saya bersaksi bahawa" ditambahkan di awal kedua-dua Syahadah.

syarat sah syahadah


Bagi seseorang yang bukan Islam mengucapkannya beserta kepercayaan di dalam hati, maka terpelihara diri, harta dan nyawa seperti orang Islam.
Syarat bagi sahnya syahadah adalah:
  1. Tertib lafaz syahadah seperti yang dinyatakan.
  2. Melafazkan kedua-dua kalimah syahadah dengan berturut-turut (tanpa diselangi perbuatan lain)
  3. Mamahami makna kedua-duanya.
  4. Mendustakan perkara yang menyalahi atau bertentangan dengan maksud syahadah.
  5. Menggunakan perkataan "asyhadu" (ﺃَﺷْﻬَﺪُ) pada keduanya.
  6. Tidak syak atau ragu-ragu akan kedua-duanya.

hak syahadah


Setelah seseorang mengucapkan syahadah maka wajib bagi beliau menunaikan hak kalimah. Hak kalimah adalah untuk disebarkan kepada mereka yang tidak mengucapkan kalimah(orang bukan Islam) dengan menerangkan kepada mereka maksud kalimah iaitu Tiada Tuhan selain Allah, Tiada yang Berkuasa selain Allah, Tiada yang beri faedah dan bahaya selain Allah dan Muhammad(saw) itu pesuruh Allah sehingga mereka yakin dan tanpa paksaan mereka mengucap syahadah. Inilah dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad(saw) dan para sahabat sebelum datang perintah solat.

 Sumber: http://www.islam.gov.my

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*

Puasa

    Ialah seseorang yang merosakkan puasanya dalam bulan Ramadhan dengan jalan melakukan jima’ maka ia wajib membayar kifarah (denda) iaitu si suami wajib mengeluarkan kifarah & qada’ puasa yang terbatal kerana jima’ walaubagaimanapun si isteri tidak wajib mengeluarkan kifarah tetapi wajib qada’ puasa yang terbatal.

    Kifarah bagi puasa yang batal atau rosak ialah:

    1.    Membebaskan seorang hamba yang beriman
    2.    Jika tiada hamba untuk dibebaskan, wajib ke atasnya  berpuasa 2 bulan berturut-turut
    3.  Jika tidak mampu berpuasa, wajib dia memberikan makan 60 orang fakir miskin setiap seorang mendapat secupak makanan asasi negeri itu.

    Fidyah

    Ialah bayaran denda dengan memberi makan orang miskin (secupak bagi tiap-tiap satu hari yang tidak dikerjakan puasa) dengan sebab-sebab tertentu atau mengakhirkan qada’ Ramadhan tanpa uzur sehingga Ramadhan yang berikutnya datang lagi. Satu cupak bersamaan dengan 620 gram.

    Hukum Fidyah

    Wajib di keluarkan berdasarkan Firman Allah Ta’ala :
    Maksudnya : “(Puasa yang diwajibkan itu ialah) beberapa hari yang tertentu maka sesiapa diantara kamu yang sakit atau dalam musafir (bolehlah ia berbuka) kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari yang dibuka) itu pada hari-hari yang lain dan wajib ke atas orang-orang yang tidak terdaya berpuasa (kerana tuanya dan sebagainya) membayar fidyah iaitu memberi makan orang miskin (secupak bagi tiap-tiap satu hari yang tidak dikerjakan puasa) maka sesiapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang di tentukan itu maka itu adalah suatu kebaikan baginya dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu (daripada memberi fidyah) kalau kamu mengetahui ”.
    (Surah Al-Baqarah Ayat 184)

    Sebab-sebab wajib Fidyah
    1.    Tidak mampu melakukan ibadah puasa
    2.    Sakit yang tidak mampu untuk sembuh
    3.    Perempuan hamil atau menyusukan anak iaitu jika berpuasa mendatangkan mudharat kepada anak yang di kandung dan boleh mengurangkan air susu
    4.    Mengakhirkan qada’ Ramadhan tanpa uzur sehingga Ramadhan yang berikutnya datang lagi.

    Kongsikan artikel ini :)

    Sumber: http://www.islam.gov.my

Doa Pembuka Hati

* Daftar untuk menerima artikel terkini melalui emel*